MAKALAH
FILSAFAT ISLAM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Filsafat Islam”. Shalawat serta
salam semoga terap tercurah kepada Nabi kita yaitu Nabi Muhammad SAW,yang telah
membawa kita dari jaman kebodohan menuju jalan yang penuh dengan ilmu
pengetahuan seperti sekarang ini.
Dalam meyelesaikan makalah
ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang maksimum, tetapi
dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang kami
miliki, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Terselesaikannya makalah ini
tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami ingin
menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
filsafat Umum dan teman-teman yang
bekerjesama untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan sempurnanya makalah ini sehingga dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusun
Ikhda Wardatul Jannah
DA
HALAMAN
HALAMAN JUDUL ........................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
A.
Latar Belakang ............................................................ 1
B.
Perumusan Masalah ..................................................... 1
C.
Tujuan ........................................................................... 1
BAB II . PEMBAHASAN ................................................................ 2
A. Pengertian Filsafat Islam ............................................. 2
B. Peran Filsafat Islam Dalam Dunia
Modern……………. 5
C.
Filosof Islam dan Filsafatnya........................................ 5
BAB III ........................................................................... PENUTUP
9
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………. 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penulis sengaja menulis makalah ini dengan judul
Filsafat Islam karena berusaha mengajak pembaca atau para ahli dalam pendidikan
atau siapa saja kearah pokok persoalan yang mungkin dapat dibahas dalam suatu
buku yang berjudul Filsafat Islam.
Makalah ini telah cukup berhasil jika makalah ini dapat
menimbulkan reaksi-reaksi yang dapat membawa kita yang lebih baik dalam
penyusunan suatu karangan lengkap tentang Filsafat Islam. Dengan menamakan
judul Filsafat Islam, penulis telah menyadari betapa sukarnya untuk menguraikan
pokok karangan ini dalam uraian panjang lebar, jelas dan mendalam.
B. Rumusan masalah
Dari uraian diatas penulis mempunyai rumusan masalah yakni:
a. Apa yang dimaksud tentang
Filsafat Islam?
b. Apa saja Filosof Islam dan Filsafatnya?
C. Tujuan
Tujuan Umum :
“Untuk mengetahui arti dan makna secara mendalam tentang
Filsafat Islam”
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat Islam
a.
Adakah yang disebut Filsafat Islam?
Dalam buku Mulyadhi Kartanegara yang berjudul Gerbang
Kearifan, beliau mendiskusikan beberapa pandangan sarjana tentang istilah
filsafat Islam. Ada
yang megatakan bahwa Islam tidak pernah dan bisa memiliki filsafat yang independen.
Adapun filsafat yang dikembangkan oleh para filosof Muslim adalah pada dasarnya
filsafat Yunani, bukan filsafat Islam. Ada
lagi yang mengatakan bahwa nama yang tepat untuk itu adalah filsafat Muslim,
karena yang terjadi adalah filsafat Yunani yang kemudian dipelajari dan
dikembangkan oleh para filosof Muslim.
Ada lagi yang mengatakan bahwa nama yang lebih tepat adalah
filsafat Arab, dengan alasan bahwa bahasa yang digunakan dalam karya-karya
filosofis mereka adalah bahasa Arab, sekalipun para penulisnya banyak berasal
dari Persia, dan namanama lainnya seperti filsafat dalam dunia Islam.
Adapun beliau sendiri cenderung pada sebutan filsafat Islam
(Islamic philosophy), dengan setidaknya 3 alasan :
1)
Ketika filsafat Yunani diperkenalkan ke dunia Islam, Islam telah
mengembangkan sistem teologi yang menekankan keesaan Tuhan dan syari’ah, yang
menjadi pedoman bagi siapapun. Begitu dominannya Pandangan tauhid dan syari’ah
ini,sehingga tidak ada suatu sistem apapun, termasuk filsafat, dapat diterima kecuali
sesuai dengan ajaran pokok Islam tersebut (tawhid) dan pandangan syari’ah yang
bersandar pada ajaran tauhid. Oleh karena itu ketika memperkenalkan filsafat
Yunani ke dunia Islam, para filosof Muslim selalu memperhatikan kecocokannya
dengan pandangan fundamental Islam tersebut, sehingga disadari atau tidak,
telah terjadi “pengislaman” filsafat oleh para filosof Muslim.
2)
Sebagai pemikir Islam, para filosof Muslim adealah pemerhati flsafat
asing yang kritis. Ketika dirasa ada kekurangan yang diderita oleh filsafat
Yunani, misalanya, maka tanpa ragu-ragu mereka mengeritiknya secara mendasar.
Misalnya, sekalipun Ibn Sina sering dikelompokkan sebagai filosof Peripatetik,
namun ia tak segan-segan mengertik pandangan Aristoteles, kalau dirasa tidak cocok
dan 1menggantikannnya dengan yang lebih baik. Beberapa tokoh lainnya seperti
Suhrawardi, Umar b. Sahlan al-Sawi dan Ibn Taymiyyah, juga mengeriktik sistem
logika Aristotetles. Sementara al-‘Amiri mengeritik dengan pedas pandangan
Empedokles tentang jiwa, karena dianggap tidak sesuai dengan pandangan Islam.
3)
Adalah adanya perkembangan yang unik dalam filsafat islam, akibat dari
interaksi antara Islam, sebagai agama, dan filsafat Yunani. Akibatnya para
filosof Muslim telah mengembangkan beberapa isu filsfat yang tidak pernah
dikembangkan oleh para filosof Yunani sebelumnya, seperti filsafat kenabian,
mikraj dsb.
b.
Lingkup Filsafat Islam
Berbeda dengan lingkup filsafat modern, filsafat Islam,
sebagaimana yang telah dikembangkan para filosof agungnya, meliputi
bidang-bidang yang sangat luas, seperti logika, fisika, matematika dan
metafisika yang berada di puncaknya. Seorang filosof tidak akan dikatakan
filosof, kalau tidak menguasai seluruh cabang-cabang filosofis yang luas ini.
c.
Pandangan Filsafat yang Holistik
Satu hal lagi yang perlu didiskusikan dalam mengenal filsafat
Islam ini adalah pandangannya yang bersifat integral-holistik.Integrasi ini,
sebagaimana yang telah saya jelaskan dalam karya saya yang lain Integrasi Ilmu:
Sebuah Rekonstruksi Holistik, terjadi pada berbagai bidang, khususnya integrasi
di bidang sumber ilmu dan klasifikasi ilmu. Filsafat Islam mengakui, sebagai
sumber ilmu, bukan hanya pencerapan indrawi, tetapi juga persepsi rasional dan
pengalaman mistik. Dengan kata lain menjadikan indera, akal dan hati sebagai
sumber-sumber ilmu yang sah. Akibatnya terjadilah integrasi di bidang
klasifikasi ilmu antara metafisika, fisika dan matematika, dengan berbagai
macam divisinya. Demikian juga integrasi terjadi di bidang metodoogi dan
penjelasan ilmiah. Karena itu filsafat Islam tidak hanya mengakui metode
observasi, sebagai metode ilmiah, sebagaimana yang dipahami secara eksklusif
dalam sains modern, tetapi juga metode burhani, untuk meneliti entitasentitas
yang bersifat abstrak, ‘irfani, untuk melakukan persepsi spiritual dengan
menyaksikan (musyahadah) secara langsung entitas-entitas rohani, yang hanya
bisa dianalisa lewat akal, dan terakhir bayani, yaitu sebuah metode untuk
memahami teks-teks suci, seperti al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu,
filsafat Islam mengakui kebasahan observasi indrawi, nalar rasional, pengalaman
intuitif, dan juga wahyu sebagai sumbersumber yang sah dan penting bagi ilmu.
Hal ini penting dikemukakan, mengingat selama ini banyak
orang yang setelah menjadi ilmuwan, lalu menolak filsafat dan tasawuf sebagai
tidak bermakna. Atau ada juga yang telah merasa menjadi filosof, lalu
menyangkal keabsahan tasawuf, dengan alasan bahwa tasawuf bersifat irrasional.
Atau ada juga yang telah merasa menjadi Sufi lalu menganggap tak penting
filsafat dan sains. Dalam pandangan filsafat Islam yang holistik, ketiga bidang
tersebut diakui sebagai bidang yang sah, yang tidak perlu dipertentangkan apa
lagi ditolak, karena ketiganya merupakan tiga aspek dari sebuah kebenaran yang
sama. Sangat mungkin bahwa ada seorang yang sekaligus saintis, filosof dan
Sufi, karena sekalipun indera, akal dan hati bisa dibedakan, tetapi ketiganya
terintegrasi dalam sebuah pribadi. Namun, seandainya kita tidak bisa menjadi
sekaligus ketiganya, seyogyanya kita tidak perlu menolak keabsahan dari
masing-masing bidang tersebut, karena dalam filsafat Islam ketiga unsur
tersebut dipandang sama realnya.
B.
Peran Filsafat Islam dalam Dunia Modern
a.
Menjawab Tantangan Kontemporer
Pada saat ini, dalam pandangan Beliau (Mulyadhi Kartanegara),
umat Islam telah dilanda berbagai persoalah ilmiah filosofis, yang datang dari
pandangan ilmiah-filosofis Barat yang bersifat sekuler. Berbagai teori ilmiah,
dari berbagai bidang, fisika, biologi, psikologi, dan sosiologi, telah, atas
nama metode ilmiah, menyerang fondasi-fondasi kepercayaan agama. Tuhan tidak
dipandang perlu lagi dibawa-bawa dalam penjelasan ilmiah. Misalnya bagi Laplace (w. 1827), kehadiran Tuhan dalam pandangan ilmiah
hanyalah menempati posisi hipotesa.Dan ia mengatakan, sekarang saintis tidak
memerlukan lagi hipotetsa tersebut, karena alam telah bisa dijelaskan secara
ilmiah tanpa harus merujuk kepada Tuhan. Baginya, bukan Tuhan yang telah
bertanggung jawab atas keteraturan alam, tetapi adalah hukukm alam itu sendiri.
Jadi Tuhan telah diberhentikan sebagai pemelihara dan pengatur alam. Demikian
juga dalam bidang biologi, Tuhan tidak lagi dipandang sebagai pencipta
hewanhewan, karena menurut Darwin
(w. 1881), munculnya spesies-spesies hewan adalah karena mekanisme alam
sendiri, yang ia sebut sebagai seleksi alamiah (natural selection).
Menurutnya hewan-hewan harus bertransmutasi sendiri agar ia
dapat tetap survive, dan tidak ada kaitannya dengan Tuhan. Ia pernah berkata,
“kerang harus menciptakan engselnya sendiri, kalau ia mau survive, dan tidak
karena campur tangan sebuah agen yang cerdas di luar dirinya. Oleh karena itu
dalam pandangan Darwin,
Tuhan telah berhenti menjadi pencipta hewan. Dalam bidang psikologi, Freud (w.
1941) telah memandang Tuhan sebagai ilusi. Baginya bukan Tuhan yang menciptakan
manusia, tetapi manusialah yang menciptakan Tuhan. Tuhan, sebagai konsep,
muncul dalam pikiran manusia ketika ia tidak sanggup lagi menghadapi tantangan
eksternalnya, serti bencana alam dll., maupun tantangan internalnya,
ketergantungan psikologis pada figur yang lebih dominan. Sedangkan Emil
Durkheim, menyatakan bahwa apa yang kita sebut Tuhan, ternyata adalah
Masyarakat itu sendiri yang telah dipersonifikasikan dari nilai-nilai sosial
yang ada.
Dengan demikian jelaslah bahwa, dalam pandangan sains modern
Tuhan tidak memiliki tempat yang spesial, bahkan lama kelamaan dihapus dari
wacana ilmiah. Tantangan yang lain juga terjadi di bidang lain seperti bidang
spiritual, ekonomi, rkologi dll. Tentu saja tantangan seperti ini tidak boleh
kita biarkan tanpa kritik, atau respons kritis dan kreatif yang dapat dengan
baik menjawab tantangan-tantangan tersebut secara rasional dan elegan, dan
tidak semata-mata bersifat dogmatis dan otoriter. Dan di sinilah beliau melihat
bahwa filsafat Islam bisa berperan sangat aktif dan signifikan.
b.
Filsafat sebagai Pendukung Agama
Berbeda dengan yang dikonsepsikan al-Ghazali, di mana
filsafat dipandang sebagai lawan bagi agama, beliau (Mulyadhi Kartanegara)
melihat filsafat bisa kita jadikan sebagai mitra atau pendukung bagi agama.
Dalam keadaan di mana agama mendapat serangan yang gencar dari sains dan
filsafat modern, filsafat Islam bisa bertindak sebagai pembela atau tameng bagi
agama, dengan cara menjawab serangan sains dan filsafat modern terhadap agama
secara filosofis dan rasional. Karena menurut hemat saya tantangan
ilmiah-filosofis harus dijawab juga secara ilmiah-filosofis dan bukan
semata-mata secara dogmatis. Dengan keyakinan bahwa Islam adalah agama yang
menempatkan akal pada posisi yang terhormat, saya yakin bahwa Islam, pada
dasarnya bisa dijelaskan secara rasional dan logis.
Selama ini filsafat dicurigai sebagai disiplin ilmu yang
dapat mengancam agama. Ya, memang betul. Apaalagi filsafat yang selama ini kita
pelajari bukanlah filsafat Islam, melainkan filsafat Barat yang telah lama
tercerabut dari akar-akar metafisiknya. Tetapi kalau kita betul-betul
mempelajari filsafat Islam dan mengarahkannya secara benar, maka filsafat Islam
juga adalah sangat potensial untuk menjadi mitra filsafat atau bahwan pendukung
agama.
Di sini filsafat bisa bertindak sebagai benteng yang
melindungi agama dari berbagai ancaman dan serangan ilmiah-filosofis seperti
yang saya deskrisikan di atas.
Serangan terhadap eksistensi Tuhan, misalnya dapat dijawab
dengan berbagai argumen adanya Tuhan yang telah banyak dikemukakan oleh para
filosof Muslim, dari al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dll., seperti yang telah
saya jelaskan antara lain dalam buku saya Menembus Batas Waktu. Serangan
terhadap wahyu bisa dijawab oleh berbagai teori pewahyuan yang telah
dikemukakan oleh banyak pemikir Muslim dari al-Ghazali, al-Farabi, Ibn Sina,
Ibn Taymiyyah, Ibn Rusyd, Mulla Shadra dll.
C. Filosof Islam Dan Filsafat Nya
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran filsafat Islam
terpengaruh oleh filsafat Yunani. Filosof-filosof Islam banyak mengambil
pikiran Aristoteles dan sangat tertarik dengan pikiran-pikiran Plotinus
sehingga banyak teorinya yang diambil. Memang demikianlah keadaan orang yang
datang kemudian, terpengaruh oleh orang-orang sebelumnya dan berguru kepada
mereka. Kita saja yang hidup pada abad ke-20 ini, dalam banyak hal masih
berhutang budi kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Akan tetapi berguru tidak
berarti mengekor dan hanya mengutip, sehingga harus dikatakan bahwa filsafat
Islam itu hanya kutipan semata-mata dari Aristoteles, seperti apa yang
dikatakan Renan, atau dari neo-Platonisme, seperti yang dikatakan Duhem, karena
filsafat Islam telah menampung dan mempertemukan berbagai aliran pemikiran.
Kalau filsafat Yunani merupakan salah satu sumbernya, maka tidak aneh kalau
kebudayaan India dan Iran juga
menjadi sumbernya pula.
Perpindahan dan pertukaran pikiran tidak selalu berarti
berhutang budi. Sesuatu persoalan kadang-kadang dibicarakan dan diselidiki oleh
orang banyak dan hasilnya dapat mempunyai bermacam-macam corak: seseorang bisa
mengambil persoalan yang pernah dikemukakannya oleh orang lain sambil
mengemukakan teori dan pikirannya sendiri. Spinoza misalnya, meskipun banyak
mengikuti Descartes, namun ia mempunyai mazhabnya sendiri. Ibnu Sina, meskipun
murid yang setia dari Aristoteles, namun ia mempunyai pikiran-pikiran yang
berlainan.
Filosof-filosof Islam pada umumnya hidup dalam lingkungan dan
suasana yang berbeda dari apa yang dialami oleh filosof-filosof lain, dan
pengaruh-pengaruh lingkungan dan suasana terhadap jalan pikiran mereka tidak
bisa dilupakan. Pada akhirnya tidaklah bisa dipungkuri bahwa dunia Islam telah
berhasil membentuk suatu filsafat yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan
keadaan masyarakat Islam sendiri.
1. AL-KINDI
Nama lengkapnya Abu Yusuf, Ya’kub bin Ishak Al-Sabbah bin
Imran bin Al-Asha’ath bin Kays Al-Kindi. Beliau biasa disebut Ya’kub, lahir
pada tahun 185 H (801 M) di Kufah. Keturunan dari suku Kays, dengan gelar Abu
Yusuf (bapak dari anak yang bernama Yusuf) nama orang tuanya Ishaq
Ashshabbah, dan ayahnya menjabat gubernur di Kufah, pada masa pemerintahan
Al-Mahdi dan Harun Al-Rasyid dari Bani Abbas.
Nama Al-Kindi adalah merupakan nama yang diambil dari nama
sebuah suku, yaitu : Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah,
yang berlokasi di daerah selatan Jazirah Arab dan mereka ini mempunyai
kebudayaan yang tinggi.
Sebagai orang yang dilahirkan di kalangan para intelektual,
maka pendiidkan yang pertama-tama diterima adalah membaca Al-Qur’an, menulis,
dan berhitung. Disamping itu ia banyak mempelajari tentang sastra dan agama,
juga menerjemahkan beberapa buku Yunani di dalam bahasa Syiria kuno, dan bahasa
Arab.
Al-Kindi mengarang buku-buku yang menganut keterangan Ibnu
Al-Nadim buku yang ditulisnya berjumlah 241 dalam bidang filsafat, logika,
arithmatika, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optika, musik,
matematika dan sebagainya. Dari karangan-karangannya, dapat kita ketahui bahwa
Al-Kindi termasuk penganut aliran Eklektisisme; dalam metafisika dan kosmologi
mengambil pendapat Aristoteles, dalam psikologi mengambil pendapat Plato, dalam
hal etika mengambil pendapat Socrates dan Plato.
Mengenai filsafat dan agama, Al-Kindi berusaha mempertemukan
amtara kedua hal ini; Filsafat dan agama. Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat
adalah ilmu tentang kebenaran atau ilmu yang paling mulia dan paling tinggi
martabatnya. Dan agama juga merupakan ilmu mengenai kebenaran, akan tetapi
keduanya memiliki perbedaan.
Mengenai hakikat Tuhan, Al-Kindi menegaskan bahwa Tuhan
adalah wujud yang hak (benar), yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada, ia
selalu mustahil tidak ada, ia selalu ada dan akan selalu ada. Jadi Tuhan adalah
wujud sempurna yang tidak didahului oleh wujud yang lain, tidak berakhir
wujudNya dan tidak wujud kecuali denganNya.
Unsur-unsur filsafat yang kita dapati pada pemikiran Al-Kindi
ialah:
a.
Aliran Pythagoras tentang matematika sebagai jalan ke arah filsafat.
b.
Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan metafisika,
meskipun Al-Kindi tidak sependapat dengan Aristoteles tentang qadimnya alam.
c.
Pikiran-pikiran Plato dalam soal kejiwaan.
d.
Pikiran-pikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal etika.
e.
Wahyu dan iman (ajaran-ajaran agama) dalam soal-soal yang berhubungan
dengan Tuhan dan sifat-sifatNya.
f.
Aliran Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam
menakwilkan ayat-ayat Qur’an.
Haruslah diakui bahwa Al-Kindi
tidak mempunyai sistem filsafat yang lengkap. Jasanya ialah karena dia adalah
orang yang pertama-tama membuka pintu filsafat bagi dunia Arab dan diberinya
corak Arab keislaman. Pendiri filsafat Islam yang sebenarnya ialah Al-Farabi.
2. AL-FARABI
Ia adalah Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan.
Sebutan Al-Farabi diambil dari nama kota
Farab, dimana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870 M). Ayahnya adalah seorang Iran dan kawin dengan seorang wanita Turkestan. Kemudian ia menjadi perwira tentara Turkestan. Karena itu, Al-Farabi dikatakan berasal dari
keturunan Turkestan dan kadang-kadang juga dikatakan dari keturunan Iran.
Sejak kecilnya, Al-Farabi suka belajar dan ia mempunyai
kecakapan luar biasa dalam lapangan bahasa. Bahasa-bahasa yang dikuasainya
antara lain bahasa Iran,
Turkistan, dan Kurdistan. Nampaknya ia tidak
mengenal bahasa Yunani dan Siriani, yaitu bahasa-bahasa ilmu pengetahuan dan
filsafat pada waktu itu.
Setelah besar, Al-Farabi meninggalkan negerinya untuk menuju kota Baghdad,
pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan pada masanya, untuk belajar antara lain
pada Abu Bisyr bin Mattius. Selama berada di
Baghdad, ia
memusatkan perhatiannya kepada ilmu logika.
Al-Farabi luas pengetahuannya, mendalami ilmu-ilmu yang ada pada masanya dan
mengarang buku-buku dalam ilmu tersebut. Buku-bukunya, baik yang sampai kepada
kita maupun yang tidak, menunjukkan bahwa ia mendalami ilmu-ilmu bahasa,
matematika, kimia, astronomi, kemiliteran, musik, ilmu alam, ketuhanan, fiqih,
dan mantik.
Sebagian besar karangan-karangan Al-Farabi terdiri dari
ulasan dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, Plato, dan Galenius, dalam
bidang-bidang logika, fisika, etika, dan metafisika. Meskipun banyak tokoh
filsafat yang diulas pikirannya, namun ia lebih terkenal sebagai pengulas
Aristoteles.
Di antara karangan-karangannya ialah:
- Aghradlu ma Ba’da at-Thabi’ah.
- Al-Jam’u baina Ra’yai al-Hakimain (Mempertemukan
Pendapat Kedua Filosof;
maksudnya Plato dan Aristoteles).
- Tahsil as-Sa’adah (Mencari Kebahagiaan).
- ‘Uyun al-Masail (Pokok-Pokok persoalan).
- Ara-u Ahl-il Madinah al-Fadhilah (Pikiran-Pikiran
Penduduk Kota Utama Negeri Utama).
- Ih-sha’u al-Ulum (Statistik Ilmu).
Menurut Dr. Ibrahim Madkour,
filsafat Al-Farabi adalah filsafat yang bercorak spiritual-idealis, sebab
menurut Al-Farabi, dimana-mana ada roh. Tuhannya adalah Roh dari segala Roh.
Akal yang dikonsepsikannya yaitu ‘Uqul Mufariqah (akal yang terlepas dari
benda) merupakan makhluk rohani murni, sedang kepala negeri- utamanya, menguasai
badannya. Roh itu pula yang menggerakkan benda-benda langit dan mengatur alam
di bawah bulan.
Meskipun Al-Farabi telah
banyak mengambil dari Plato, Aristoteles dan Plotinus, namun ia tetap memegangi
kepribadian, sehingga pikiran-pikiranya tersebut merupakan filsafat Islam yang
berdiri sendiri, yang bukan filsafat stoa, atau Peripatetik atau Neo
Platonisme. Memeng bisa dikatakan adanya pengaruh aliran-aliran tersebut, namun
bahannya yang pokok adalah dari Islam sendiri.
3. IBNU SINA
Ibnu Sina dilahirkan dalam masa kekacauan, dimana Khilafah
Abbasiyah mengalami kemunduran, dan negeri-negeri yang mula-mula berada di
bawah kekuasaan khilafah tersebut mulai melepaskan diri satu persatu untuk
berdiri sendiri. Kota Baghdad sendiri, sebagai pusat pemerintahan Khilafah
Abbasiyah, dikuasai oleh golongan Bani Buwaih pada tahun 334 H dan kekuasaan
mereka berlangsung terus sampai tahun 447 H.
Di antara daerah-daerah yang berdiri sendiri ialah Daulah
Samani di Bukhara, dan di antara khalifahnya ialah Nuh bin Mansur. Pada
masanya, yaitu di tahun 340 H (980 M), di suatu tempat yang bernama Afsyana,
daerah Bukhara, Ibnu Sina dilahirkan dan dibesarkan. Di Bukhara ia menghafal
Qur’an dan belajar ilmu-ilmu agama serta ilmu astronomi, sedangkan usianya baru
sepuluh tahun. Kemudian ia mempelajari matematika, fisika, logika dan ilmu
metafisika. Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya,
seorang Masehi.
Belum lagi usianya melebihi enam-belas tahun, kemahirannya
dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan
untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori-teori kedokteran, taoi
juga melakukan praktek dan mengobati orang-orang sakit.
Sebenarnya hidup Ibnu Sina tidak pernah mengalami ketenangan,
dan usianya pun tidak panjang. Meskipun banyak kesibukan-kesibukannya dalam
urusan politik, sehingga ia tidak banyak mempunyai kesempatan untuk mengarang,
namun ia telah berhasil meninggalkan berpuluh-puluh karangan.
Karangan-karangan Ibnu Sina yang terkenal ialah:
- Asy-Syifa. Buku ini adalah buku filsafat yang
terpenting dan terbesar dari Ibnu Sina, dan trediri dari enpat bagian,
yaitu: logika, fisika, matematika, dan metafisika (ketuhanan).
- An-Najat. Buku ini merupakan keringkasan buku
as-Syifa, dan pernah diterbitkan bersama-sama dengan buku al-Qanun dalam
ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun 1331 M di Mesir.
- Al-Isyarat wat-Tanbihat. Buku ini adalah buku
terakhir dan yang paling baik, dan pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M, dan
sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis.
- Al-Hikmat al-Masyriqiyyah. Buku ini banyak
dibicarakan orang, karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan
naskah-naskahnya yang masih ada memuat bagian logika.
- Al-Qanun, atau Canon of Medicine, menurut penyebutan
orang-orang Barat. Buku ini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan
pernah menjadi buku standar untuk universitas-universitas Eropa sampai
akhir abad ketujuhbelas Masehi.
Ibnu Sina memberikan
perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan, sebagaimana yang dapat
kita lihat dari buku-buku yang khusus untuk soal-soal kejiwaan atau pun
buku-buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal
kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia piker Arab sejak abad
kesepuluh Masehi sampai akhir abad ke-19 Masehi, terutama pada Gundissalinus,
Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon, dan Dun Scott. Bahkan juga ada
pertaliannya dengan pikiran-pikiran Descartes tentang hakikat jiwa dan
wujudnya.
Hidup Ibnu Sina penuh dengan
kesibukan bekerja dan mengarang; penuh pula dengan kesenangan dan kepahitan
hidup bersama-sama, dan boleh jadi keadaan ini telah mengakibatkan ia tertimpa
penyakit yang tidak bisa diobati lagi. Pada tahun 428 H (1037 M), ia meninggal dunia
di Hamadzan, pada usia 58 tahun.
4.
AL-GHAZALI
Ia adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali,
bergelar Hujjatul Islam, lahir tahun 450 H di Tus, suatu kota kecil di
Khurassan (Iran). Kata-kata al-Ghazali kadang-kadang diucapkan al-Ghazzali (dengan
dua z). dengan menduakalikan z, kata-kata al-Ghazzali diambil dari kata-kata
Ghazzal, artinya tukang pemintal benang, karena pekerjaan ayahnya ialah
memintal benang wol, sedang al-Ghazali dengan satu z, diambil dari kata-kata
Ghazalah, nama kampung kelahiran al-Ghazali. Sebutan terakhir ini yang banyak
dipakai.
Al-Ghazali pertama-tama belajar agama di kota
Tus, kemudian meneruskan di Jurjan, dan akhirnya di Naisabur pada Imam
al-Juwaini, sampai yang terakhir ini wafat tahun 478 H/1085 M. kemudian ia berkunjung
kepada Nidzam al-Mulk di kota Mu’askar, dan dari
padanya ia mendapat kehormatan dan penghargaan yang besar, sehingga ia tinggal
di kota
itu enam tahun lamanya. Pada tahun 483 H/1090 M, ia diangkat menjadi guru
di sekolah Nidzamah Baghdad, dan pekerjaannya itu dilaksanakan dengan sangat
berhasil. Selama di Baghdad, selain mengajar, juga mengadakan
bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan Bathiniyah, Isma’iliyyah,
golongan filsafat dan lain-lain.
Pengaruh al-Ghazali di kalangan kaum Muslimin besar sekali,
sehingga menurut pandangan orang-orang ahli ketimuran (Orientalis), agama Islam
yang digambarkan oleh kebanyakan kaum Muslimin berpangkal pada konsepsi
al-Ghazali.
Al-Ghazali adalah seorang ahli pikir Islam yang dalam
ilmunya, dan mempunyai nafas panjang dalam karangan-karangannya. Puluhan buku
telah ditulisnya yang meliputi berbagai lapangan ilmu, antara lain Teologi
Islam (Ilmu Kalam), Hukum Islam (Fiqih), Tasawuf, Tafsir, Akhlak dan adab
kesopanan, kemudian autobiografi. Sebagian besar dari buku-buku tersebut diatas
dalam bahasa Arab dan yang lain ditulisnya dalam bahasa Persia.
Karyanya yang terbesar yaitu Ihya ‘Ulumuddin yang artinya
“Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama”, dan dikarangnya selama beberapa tahun dalam
keadaan berpindah-pindah antara Syam, Yerussalem, Hijjaz dan Tus, dan yang
berisi tentang paduan yang indah antara fiqih, tasawuf dan filsafat, bukan saja
terkenal di kalangan kaum Muslimin, tetapi juga di kalangan dunia Barat dan
luar Islam.
Bukunya yang lain yaitu al-Munqidz min ad-Dlalal (Penyelamat
dari Kesesatan), berisi sejarah perkembangan alam pikirannya dan mencerminkan
sikapnya yang terakhir terhadap beberapa macam ilmu, serta jalan untuk mencapai
Tuhan. Diantara penulis-penulis modern banyak yang mengikuti jejak al-Ghazali
dalam menuliskan autobiografi.
Pikiran-pikiran al-Ghazali telah mengalami perkembangan
sepanjang hidupnya dan penuh kegoncangan batin, sehingga sukar diketahui
kesatuan dan kejelasan corak pemikirannya, seperti yang terlihat dari sikapnya
terhadap filosof-filosof dan terhadap aliran-aliran akidah pada masanya.
Namun demikian, al-Ghazali telah mencapai hakikat agama yang belum pernah
diketemukan oleh orang-orang yang sebelumnya dan mengembalikan kepada
agama nulai-nilai yang telah hilang tidak menentu. Jalan yang terdekat kepada
Tuhan ialah jalan hati dan dengan demikian ia telah membuka pintu Islam
seluas-luasnya untuk tasawuf.
Pengaruh al-Ghazali besar sekali di kalangan kaum
Muslimin sendiri sampai sekarang ini, sebagaimana juga di kalangan tokoh-tokoh
pikir abad pertengahan bahkan juga sampai pada tokoh-tokoh pikir abad modern.
BAB III
KESIMPULAN
Dunia Islam telah berhasil membentuk suatu filsafat yang sesuai dengan
prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam sendiri.
Nama Al-Kindi adalah merupakan nama yang diambil dari nama sebuah suku, yaitu :
Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah, yang berlokasi di daerah
selatan Jazirah Arab dan mereka ini mempunyai kebudayaan yang tinggi.
Mengenai filsafat dan agama, Al-Kindi berusaha mempertemukan amtara kedua hal
ini; Filsafat dan agama. Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu
tentang kebenaran atau ilmu yang paling mulia dan paling tinggi martabatnya.
Dan agama juga merupakan ilmu mengenai kebenaran, akan tetapi keduanya memiliki
perbedaan.
Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan. Sebutan Al-Farabi diambil dari
nama kota
Farab, dimana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870 M). Sebagian besar karangan-karangan
Al-Farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles,
Plato, dan Galenius, dalam bidang-bidang logika, fisika, etika, dan metafisika.
Meskipun banyak tokoh filsafat yang diulas pikirannya, namun ia lebih terkenal
sebagai pengulas Aristoteles.
Di tahun 340 H (980 M), di suatu tempat yang bernama Afsyana, daerah Bukhara,
Ibnu Sina dilahirkan dan dibesarkan. Di Bukhara ia menghafal Qur’an dan belajar
ilmu-ilmu agama serta ilmu astronomi, sedangkan usianya baru sepuluh tahun.
Kemudian ia mempelajari matematika, fisika, logika dan ilmu metafisika. Sesudah
itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi.
Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, bergelar Hujjatul Islam, lahir
tahun 450 H di Tus, suatu kota kecil di
Khurassan (Iran).
Al-Ghazali adalah seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya, dan mempunyai
nafas panjang dalam karangan-karangannya. Puluhan buku telah ditulisnya yang
meliputi berbagai lapangan ilmu, antara lain Teologi Islam (Ilmu Kalam), Hukum
Islam (Fiqih), Tasawuf, Tafsir, Akhlak dan adab kesopanan, kemudian
autobiografi. Sebagian besar dari buku-buku tersebut diatas dalam bahasa Arab
dan yang lain ditulisnya dalam bahasa Persia. Abubakar Muhammad bin
Yahya, yang terkenal dengan sebutan Ibnus-Shaigh atau Ibnu Bajah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, Pengantar
Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta : 1996
Sudarsono, Ilmu
Filsafat – Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta : 2001
Mulyadhi
Kartanegara, Masa Depan Filsafat Islam “antara cita dan fakta”..Sebuah
Paper